Selasa, 27 Desember 2011

Banua Lima

Sumber:Wikipedia

Banua Lima adalah sebuah provinsi Kesultanan Banjar. Propinsi ini meliputi sebagian besar wilayah Hulu Sungai di Kalimantan Selatan. Banua Lima artinya lalawangan nang lima yaitu wilayahnya meliputi semua daerah dari Kota Negara sampai sungai-sungai yang berada di hulunya. Distrik tersebut dalam bahasa Banjar disebut lalawangan yaitu :
  1. Sungai Banar (Amuntai Selatan)
  2. Amuntai
  3. Alabio
  4. Kelua
  5. Negara
Dalam perkembangannya kelima distrik tersebut kemudian dimekarkan lagi menjadi lebih banyak yaitu Distrik Negara, Distrik Amandit, Distrik Alabio, Distrik Amuntai,Distrik Balangan, Distrik Batang Alai, Distrik Labuan Amas, Distrik Kelua, dan Distrik Tabalong.
Jadi dalam pengertian ini daerah Margasari dan Banua Ampat, Bakumpai dan daerah Mangkatip tidak termasuk dalam wilayah Banua Lima.
Banua Lima versi kuno (sebelum terbentuknya suku Banjar) pada masa kerajaan Hindu meliputi 5 negeri besar [1]yaitu
  1. Kuripan (Amuntai)
  2. Daha (Nagara-Margasari)
  3. Gagelang (Alabio)
  4. Pudak Sategal (Kalua)
  5. Pandan Arum (Tanjung)
Kelima suku/negeri tersebut mendapat pengaruh Jawa (Majapahit), tetapi khususnya suku/negeri Daha mendapat pengaruh dari Keling.

[sunting] Adipati

Setiap lalawangan (distrik) dipimpin kepala daerah yang bergelar Kiai Tumenggung (Temanggung). Gabungan kelima lalawangan ini dipimpin seorang kepala daerah yang bergelar Kiai Adipati. Pada masa pemerintahan Sultan Adam Alwazikubillah (1825-1857), gubernur (adipati) Banua Lima adalah Kiai Adipati Danu-Raja (Jenal) putera Kiai Ngabehi Jaya Negara (Pambakal Karim). Pambakal Karim adalah ipar dari Nyai Ratu Komala Sari. Kiai Adipati Danu Raja yang sebelumnya bergelar Kiai Tumenggung Dipa-Nata merupakan anak kemenakan dari permaisuri Sultan Adam, Nyai Ratu Komala Sari. Kiai Adipati Danu-Raja masih keturunan anak cucu orang sepuluh (kelompok Nanang). Tumenggung Jalil (Kiai Adipati Anom Dinding Raja) adalah ipar Kiai Adipati Danu-Raja. Sejak wilayah Kerajaan Banjar dikuasai kolonial Belanda, Kiai Adipati Danu Raja menjadi regent pertama Banua Lima dengan gelar Raden Adipati Danu Raja.

[sunting] Banua Lima pada Masa Kerajaan Negara Dipa-Negara Daha (1300-1565)

Ketika Ampu Jatmika, saudagar dari negeri Keling datang ke pulau Hujung Tanah (Borneo) untuk membuka negeri baru, ia memasuki sungai Bahan (sungai Negara) kemudian mendirikan candi Laras di tepi sungai Tapin, sebagai pusat kerajaan Negara Dipa. Setelah mengangkat dirinya sebagai raja, ia mencari daerah baru di sebelah hulu sungai Bahan dan menaklukan penduduknya yaitu daerah lima aliran sungai yaitu sungai Batang Alai, sungai Tabalong, sungai Balangan, sungai Pitak (sungai Pitap), dan sungai Amandit serta wilayah perbukitan yang sejak semula dihuni oleh suku Dayak Bukit. Kelima daerah inilah yang disebut sebagai Banua Lima. Masing-masing Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut dipimpin seorang yang bergelar sakai. Ampu Jatmika kemudian mendirikan Candi Agung (Amuntai) sebagai pusat kerajaan yang baru. Selanjutnya kemudian pusat kerajaan berpindah ke daerah Negara disebut Kerajaan Negara Daha. Menurut sebagian pendapat para ahli sejarah, pada masa Maharaja Tumenggung, pusat kerajaan berada di Muara Rampiau, (Margasari). Jadi sebutan wilayah di hulu (sungai Bahan) dari ibukota kerajaan tetap disebut Banua Lima sedangkan daerah hulu sungai Tapin disebut Banua Ampat. Sedangkan pelabuhan niaga kerajaan Negara Daha berada di Bandar Muara Bahan, di daerah Bakumpai. Wilayah Banua Lima pada masa itu sama cakupannya dengan wilayah Banua Lima pada masa Kesultanan Banjar.


Semoga Bermamfaat

0 komentar:

Posting Komentar

Untuk Kemajuan dan Keterbaruannya Page ini,Mohon Tinggalkan "Komentar".
Perhatian :Jangan meninggalkan pesan atau komentar dengan isi tidak lazim dan kurang patut untuk di baca....

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites